Menjadi Seorang Yang "Brengsek" Atau "Respek" Pada Saat Kritis


Setiap pasangan tidak akan selalu akur atau hidup rukun setiap harinya. Bukan hanya suami dan isteri, anak muda yang berpacaran, anak dengan orang tua atau bahkan bawahan dengan atasanya juga akan mengalami saat-saat dimana mereka menghadapi suatu masalah. 

Beberapa alasan yang membuat suatu hubungan rusak atau putus di tengah jalan karena masing-masing pasangan merasa disakiti, kemudian dia membalas menyakiti pasangannya, dan pasangannya menyakiti dia lagi dan berlanjut demikian sampai pada akhirnya hubungan itu berakhir. 

Mungkin kebanyakan dari kita mengenalnya dengan kejenuhan atau kebosanan dalam suatu hubungan. Tapi apakah semua kejenuhan dan kebosanan itu akan selalu membawa kita ke arah rusaknya suatu hubungan atau berakhirnya suatu hubungan? Jawabannya bisa ya dan bisa juga tidak, tergantung bagaimana kita menyikapinya dan di bawa dengan pikiran yang tenang.

Ada dua pilihan ketika kita dihadapkan pada situasi kritis dalam suatu hubungan, apakah kita akan menjadi seorang yang "Brengsek" atau "Respek" dalam mengakhiri masa kritis itu. Ada 3 cara yang bisa kita terapkan dalam menangani situasi kritis.

Pertama yaitu penghindaran, merupakan cara yang paling buruk dari semuanya. Ketika kita berada dalam situasi kritis, maka hampir kebanyakan orang selalu menghindari hal tersebut. Menghindar bisa dengan cara bungkam atau berdiam diri dan sedapat mungkin tidak menghiraukan keadaan tersebut.

Berbicara masalah hubungan antara dua jenis kelamin yang berbeda yakni, perempuan dan laki-laki kita akan mendapati fakta yang mungkin tak pernah kita sadari sebelumnya. "Membuat benteng pertahanan adalah cara terburuk seorang pria dalam menangani situasi kritis" dan "semakin histeris adalah cara terburuk seorang wanita dapat menangani situasi kritis". Dua kalimat tersebut dapat diartikan bahwa seorang pria ketika berada dalam situasi kritis atau dalam keadaan berargumen dengan seseorang biasanya selalu membentengi dirinya dengan segala bentuk pertahanan diri, semakin keras dia didera oleh argumen dari pasangannya maka semakin tinggi pula benteng yang dibangunnya. 

Terkadang setelah benteng tersebut itu dibangun tinggi, maka usaha terakhir biasanya adalah diam. Cara tersebut merupakan cara terbutuk yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang pria pada saat berargumen atau dalam keadaan kritis. Namun secara alamiah para pria melakukan hal tersebut, termasuk saya sendiri.

Sedangkan bagi wanita, keadaan kritis atau ketika dia berada dalam kondisi berargumen maka akan semakin histerislah dia. Kehisterisan wanita dalam menangani keadaan kritis biasanya dibumbui dengan isak tangis, kepanikan, terus-terusan mengomel, berkeluh-kesah, dan lain sebagainya. Mungkin seharusnya hal-hal tersebut dikurangi atau secara emosianal memang harus diatur agar bisa mengurangi tingkat kehisterisan. Sehingga cara yang buruk tersebut bisa dihindari pada saat diposisikan dalam keadaan kritis.

Kedua yaitu bertengkar atau beradu argumen. Cara ini memang sedikit lebih baik dari penghindaran, namun tetap bukan cara yang sehat dan tidak membantu sama sekali. Dengan beradu argumen, satu sama lain tidak mau dikalahkan atau merasa kalah dan akhirnya berdebat yang tak ada ujungnya (debat kusir). Kemudian kedua belah pihak saling menjauh setelah itu.

ketiga yaitu validasi (metode kemenangan), yang berarti benar-benar mencoba untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, dan berbagi semua pandangan dengan kebaikan, dan tujuan mencari solusi dimana keduanya merasa menang (win-win solution). Cara yang terakhir ini lebih mengutamakan nilai sebuah hubungan, dengan kata lain kita "Respek " terhadap pasangan dan ingin memenangkan hubungan tersebut dibanding menang hanya untuk diri sendiri.

Kesimpulannya,jadilah orang yang penuh berfikir panjang dan janganlah mencoba melihat sesuatu yg hanya terlihat dai luarnya saja.Semua yang kita lihat belum sepenuhnya benar, berfikirlah positif untuk menyikapi suatu masalah.

0 Response to "Menjadi Seorang Yang "Brengsek" Atau "Respek" Pada Saat Kritis"